Senin, 28 November 2011

Menilai Kebun Sawit dengan Benar (1/3)

Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan industri ini merupakan sektor ekspor pertanian yang paling tinggi nilainya selama dasawarsa terakhir.

Berkembangnya sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memeberikan berbagai intensif. Terutama kemudahan dalam hal perizinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR-Bun dan dalam perizinan pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta. Pada tahun 1996, pemerintah Soeharto merencanakan untuk mengalahkan Malaysia sebagai eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan cara menambah luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dua kali lipat, yaitu menjadi 5,5 juta hektar pada tahun 2000. Separuh dari luasan perkebunan kelapa sawit ini dialokasikan untuk perusahaan perkebunan swasta asing. Pengembangan perkebunan kelapa sawit terutama akan dibangun di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Irian Jaya.

Industri minyak sawit merupakan kontributor penting dalam produksi di Indonesia. Pada tahun 2008, Indonesia memproduksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit. Industri ini juga berkontribusi dalam pembangunan daerah, sebagai sumber daya penting untuk pengentasan kemiskinan melalui budidaya pertanian dan pemrosesan selanjutnya. Produksi mintak sawit menjadi jenis pendapatan yang dapat diandalkan oleh banyak penduduk miskin pedesaan di Indonesia. Menurut satu sumber, sektor produksi kelapa sawit di Indonesia dapat menyediakan lapangan pekerjaan lebih dari 6 juta orang dan mengentaskan mereka dari kemiskinan. Lebih dari 6,6 juta ton minyak kelapa sawit dihasilkan oleh petani kecil yang memiliki lebih dari 41 persen dari total perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2006, didapati sekitar 1,7-2 juta orang bekerja di industri kelapa sawit.

Industri kelapa sawit di Indonesia baru-baru ini mendapat kecaman dari sejumlah LSM yang berkampanye menentang industri ini kerena dianggap bertanggungjawab atas penggundulan hutan, emisi karbon, dan hilangnya keragaman hayati. Akibatnya muncul keluhan yang meluas bahwa industri minyak sawit tidak berkelanjutan serta usul untuk menghentikan atau membatasi konversi lahan hutan di masa depan.

Pada Mei 2010, Pemerintah Indonesia menyiratkan akan ada moratorium dua tahun dalam pemberian konsesi baru untuk pembukaan hutan alam dan lahan gambut, berdasarkan kesepakatan yang ditandatangani dengan pemerintah Norwegia, yang bertujuan mengurangi gas rumah kaca. Sebagai imbalan atas kesepakatan tersebut, Norwegia setuju berinvestasi satu miliar dolar dalam proyek pelestarian hutan di Indonesia. Setahun sebelumnya, pemerintah Indonesia mengumumkan akan menggandakan produksi minyak sawitnya menjadi 40 juta ton sebelum tahun 2010.

Pentingnya Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia

PDB Indonesia diperkirakan $510,77 miliar pada 2008, sehingga Indonesia termasuk negara berpenghasilan menengah ke bawah. Dalam dasaawarsa terakhir, pertumbuhan PDB rata-rata 5 persen (6,0 persen pada 2009) dan pertumbuhan penduduk rata-rata 1,2 persen. PDB per kapita juga tumbuh secara ajek. Penduduk Indonesia diperkirakan terus tumbuh dengan angka pertumbuhan tahunan 0,57 persen menjadi lebih dari 271 juta menjelang 2030.

Komposisi strutur ekonomi Indonesia berubah banyak dalam waktu empat dasawarsa terakhir. Seperti kebanyakan negara di kawasan ini, terjadi peralihan dari ekonomi pertanian yang tadinya menonjol menjadi sektor industri dan jasa. Dewasa ini, produksi Indonesia terutama didominasi oleh sektor industri, yang berkontribusi di atas 48 persen dalam kegiatan perekonomian total, termasuk migas yang berkontribusi lebih dari 10 persen PDB (BPS, 2010). Sektor jasa berkontribusi 38 persen, sementara sektor pertanian 14 persen (OECD, 2010).

Kontribusi Kelapa Sawit bagi Perekonomian Indonesia

Minyak sawit adalah produk pertanian kedua terbesar Indonesia; pada 2008, Indonesia menghasilkan lebih dari 18 juta ton minyak sawit. Selama dasawarsa yang lalu, minyak sawit merupakan ekspor pertanian Indonesia yang paling penting. Pada 2008, Indonesia mengekspor lebih dari $14,5 juta dalam bentuk produk yang berkaitan dengan sawit. Industri minyak sawit Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun belakangan ini, kira-kira 1,3 juta ha lahan baru dijadikan perkebunan kelapa sawit sejak 2005, sehingga mencapai hampir 5 juta ha pada 2007 (mencakup 10,3 persen dari 48,1 juta ha lahan pertanian (FAO, 2010)). Perluasan luar biasa ini terjadi karena imbal hasil tinggi yang dipacu oleh permintaan yang semakin besar. Kebun kelapa sawit Indonesia yang luas berada di Sumatera, mencakup lebih dari 75 persen total areal kelapa sawit matang dan 80 persen total produksi minyak sawit (USDA, 2009). Provinsi produksi utama di Indonesia adalah Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, dan Sumatera Barat.

Pada 2008, sekitar 49 persen perkebunan kelapa sawit dimiliki swasta, 41 persen dimiliki petani kecil, dan sisanya yang 10 persen dimiliki pemerintah. Perkebunan sawit adalah penghasil minyak sawit terbesar di Indonesia, menghasilkan lebih dari 9,4 juta ton berdasarkan perhitungan pada 2008. Pada tahun yang sama, perkebunan petani kecil menghasilkan 6,7 juta ton, dan perkebunan pemerintah menghasilkan 2,2 juta ton.

Kelapa Sawit dan Pembangunan Pedesaan di Indonesia

Kemiskinan di Indonesia pada umunya terdapat di pedesaan. Pada 2009, dai 32,5 juta orang di Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional, 20,6 juta di antaranya tinggal di daerah pedesaan. Persentase penduduk miskin di daerah pedesaan Indonesia jauh melampaui persentase penduduk miskin di perkotaan, dengan lebih dari 17,3 persen penduduk desa hidup di bawah garis kemiskinan, jika dibandingkan dengan 10,7 persen di perkotaan (IFAD). Angka kemiskinan umum ini tidak termasuk jutaan orang yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan. Data Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD) mendapati bahwa penduduk termiskin di daerah pedesaan pada umumnya buruh tani, dan luas lahan milik petani kecil tidak sampai 0,5 ha.

Lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan. Pada 2002, pertanian meliputi dua pertiga lapangan kerja di pedesaan dan mencakup hampir separuh pendapatan rumah tangga pedesaan (upah dan pendapatan dari pertanian) (ADB, 2006 hal.3). Sebuah kajian pada 2004 menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB pertanian di Indonesia berperan besar dalam menurunkan angka kemiskinan, terutama di daerah pedesaan. Tepatnya, pertumbuhan tahunan 1 persen ternyata menurunkan kemiskinan total sebesar 1,9 persen (kemiskinan perkotaan sebesar 1,1 persen, dan kemiskinan pedesaan 2,9 persen) (Sumatro dan Suryahadi, 2004 dalam ADB, 2006). World Growth (2009) mencatat bahawa selama dasawarsa terakhir, perluasan industri—khususnya minyak sawit—merupakan sumber yang signifikan dalam penurunan angka kemiskinan melalui adidaya pertanian dan pemrosesan selanjutnya.

Pertumbuhan industri minyak sawit yang signifikan menyebabkan minyak sawit menjadi komponen kegiatan ekonomi di sejumlah negara wilayah ini. Di wilayah tertentu, kelapa sawit merupakan tanaman yang dominan dan berperan dan berperan besar dalam pembangunan ekonomi. Pada dasawarsa terakhir, areal perkebunan kelapa sawit terus bertambah luas, rata-rata 13 persen di Kalimantan dan 8 persen di Sulawesi (USDA,2009). Penanaman dan panen kelapa sawit bersifat padat karya, sehingga industri ini berperan cukup besar dalam penyediaan lapangan kerja di banyak wilayah. Goenadi (2008) memperkirakan industri kelapa sawit di Indonesia mungkin dapat menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 6 juta jiwa dan mengentaskan mereka dari kemiskinan (Goenadi, 2008 hal.3). Manfaat lain bagi pekerja industri kelapa sawit mencakup pendapatan pasti, akses keperawatan kesehatan dan pendidikan (Sheil, D. et.al, 2009). Industri kelapa sawit memberikan pendapatan berkelanjutan bagi banyak penduduk miskin di pedesaan; dan areal pengembangan kelapa sawit utama seperti Suamtera dan Riau juga memiliki persentase penduduk miskin yang besar.

Kontribusi Kelapa Sawit bagi Perekonomian Lokal dan Petani Kecil

Kelapa sawit menyediakan lapangan kerja untuk banyak petani kecil, dengan lebih dari 6,7 juta ton kelapa sawit dihasilkan oleh petani kecil pada 2008. Pada 2006, Komisi Minyak Sawit Indonesia mendapati bahwa lebih dari 41 persen perkebunan kelapa sawit yang dimiliki petani kecil, dan 49 persen dimiliki swasta—sisanya yang 10 persen dimiliki oleh pemerintah. Industri kelapa sawit berperan besar dalam pendapatan penduduk pedesaan, terutama petani kecil. Pada 1997, pendapatan rata-rata petani kecil kelapa sawit tujuh kali pendapatan petani yang mengandalkan hidup dari tanaman pangan (Hardter et al, 1997 hal.99).

Imbal Hasil dari Produksi Kelapa Sawit

Dalam hal penggunaan lahan, kelapa sawit memberikan hasil tertinggi per unit luas jika dibandingkan dengan benih minyak nabati lainnya. Minyak yang rata-rata dihasilkan 1 ha kebun kelapa sawit adalah 4,09 ton, dibandingkan dengan kedelai, bunga matahari, dan canola yang masing-masing menghasilkan 0,37, 0,5, dan 0,75 ton (Sustainable Development Project, 2010 dan Oil World, 2010). Varietas kelapa sawit modern berhasil tinggi, dalam cuaca ideal dan pengelolaan yang baik, mampu menghasilkan 5 ton minyak sawit per hektare per tahun (FAO, 2002).

Goenadi (2008) mengemukakan bahwa, kerena iklim tanam di Indonesia, hasil minyak sawit mungkin dapat mencapai 6-7 ton per hektare. Namun, pada 2008, Indonesia hanya menghasilkan rata-rata 3-4 ton kelapa sawit per hektare (Komisi Minyak Sawit Indonesia, 2008 hlm. 25). Dengan meningkatkan hasil prouksi kelapa sawit, Indonesia berpotensi meningkatkan produksi tanpa harus melakukan konversi lahan tambahan.

Imbal hasil penggunaan lahan kelapa sawit cukup signifikan jika dibandingkan dengan bentuk penggunaan lahan lainnya. Pada 2007, laporan yang disusun untuk Stern Review memeperkirakan imbal hasil dari penggunaan lahan kelapa sawit berkisar dari $960/ha hingga $3340/ha. Ini dibandingkan dengan panen keret, beras bera, singkong, dan kayu yang masing-masing menghasilkan $72/ha, $28/ha, $19/ha, dan $1099/ha. Tepatnya, imbal hasil penggunaan lahan untuk kelapa sawit diperkirakan mencakup:
·         $960/ha untuk petani independen berhasil-rendah;
·         $960/ha untuk petani independen berhasil-tinggi;
·         $2100/ha untuk petani bersubsidi; dan
·         $3340/ha untuk petani berskala besar
(Greig-Gran M, 2008).

bersambung.....

0 komentar:

Posting Komentar