Selasa, 15 November 2011

Geliat Sawit di Kecamatan Serawai-Ambalau dan Respon Para Pemuda


Bicara mengenai sawit sepertinya agak tendensi bagi masyarakat di Kecamatan Serawai-Ambalau. Hal ini dikarenakan masyarakat adat setempat menolak kehadiran dari perusahaan sawit—PT Sinar Sawit Andalan dan PT Sumber Hasil Prima—yang menyatakan bahwa mereka sudah mengantongi Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan.
Dalam sebuah diskusi singkat di sebuah sosial media, Yohanes Onong berpendapat bahwa perkebunan sawit umpamanya sekeping uang logam. Dua sisi yang sama-sama diperlukan tergantung dari perspektif mana kita melihatnya. Kalau utuh, jadilah itu suatu nilai yang berguna.
Jika boleh diibaratkan buah kelapa sawit ini bagaikan buah simalakama. Di satu pihak kehadiran perusahaan sawit dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat di perkebunan sawit. Dengan masuknya perusahaan sawit otomatis akan membuka akses jalan yang selama ini menjadi permasalahan masyarakat di Kecamatan Serawai dan Ambalau. Dan di lain pihak, masuknya perusahaan sawit setelah perusahaan HPH akan merusak situs dan cagar alam di Kecamatan Serawai dan Ambalau. Selain itu ekspansi perusahaan yang berlebihan akan merusak alam yang selama ini menjadi “penghidupan” masyarakat adat di Kecamatan Serawai dan Ambalau. Selain kekhawatiran akan bencana yang timbul setelah itu, masyarakat di Kecamatan Serawai dan Ambalau sepertinya merasa “trauma” atas hal-hal yang ditimbulkan oleh perusahaan-perusahaan sawit. Jelasnya, masyarakat belum siap untuk kehilangan tanah dan masa depannya dengan cuma-cuma.

 “ Yang menjadi akar permasalahanya, ada beberapa oknum kades dan dan oknum lainya yang membantu pihak perusahaan untuk mendapatkan lahan dengan cara-cara yang tidak benar,” ungkap Bonivasius Tajan.

Keresahan masyarakat yang diamini juga oleh para intelektual di kedua kecamatan itu. Kecendrungan pihak perusahaan menggunakan pendekatan yang “agak memaksa” membuat masyarakat dan para intelektual menolak mentah-mentah kehadiran perusahaan sawit tersebut. Sementara pihak perusahaan tetap keukuh dengan izin yang telah mereka kantongi.

“Diperlukan pemikiran dan gerakan para kaum intelektual muda, dalam membantu masyarakat yang resah dengan adanya perusahaan tersebut,” ungkap Bonivasius Tajan.

“Lakukanah yang terbaik, salah satunya beri pemahaman kepada masyarakat kita, dampak baik buruknya perusahaan sawit bagi masyarakat kita dan yang paling utama kita jangan termakan isu dan mulut manis perusahaan dalam mengambil tanah kita,” lanjutnya.

Jika mau belajar dari pengalaman, persoalan jamak yang sering ditemukan ketika pemulaan ekspansi perusahaan sawit adalah sengketa tanah antara masyarakat dan perusahaan sawit. Hal ini dirasakan wajar karena warga yang sejatinya merasa memiliki tanah tersebut secara turun-temurun dipaksa untuk menyerahkan tanahnya secara cuma-cuma.

“ Sebelum hal buruk terjadi siapkan diri dan warga paling tidak memetakan wilayah pribadi, wilayah adat dan lain-lain,” ungkap Yohanes Onong.

“ Pemetaan ini menjadi tugas bersama warga, perangkat desa, perangkat adat, dan perangkat kecamatan bersama melakukan pemetaan paling tidak di SKT-kan.  Setelah jelas kepemilikannya, jika tetap digusur , we will fight!” lanjutnya.

Akhirnya kita berharap permasalahan seperti ini segera selesai. Diharapkan ada proses mediasi oleh pemerintah terhadap persoalan masyarakat dan perusahaan sawit. Kita sudah bosan melihat masyarakat yang kesusahan ini semakin terlindas oleh perusahaan-perusahaan yang tidak memihak dan tidak bertanggungjawab. Masyarakat Kecamatan Serawai-Ambalau hanya menginginkan hak mereka atas tanah mungkin tidak lebih dari itu. (*)

3 komentar:

  • Kecserawai Blog says:
    15 November 2011 pukul 23.54

    Pemerintah selama ini hanya berupaya untuk mencari pemasukan daerah salah satunya dengan memberi perijinan kepada pemilik perusahaan sawit seperti yang terjadi di kecamatan Serawai tanpa berupaya mencari solusi terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam pembukaan perkebunan sawit ini masyarakat tidak dilibatkan sama sekali baik itu dalam hal sosialisasi maupun hal-hal yang berkaitan dengan produksi sawit itu sendiri nantinya..

    Hal ini juga menjadi pembelajaran bagi kita kedepannya, jangan lagi memilih pemimpin yang tidak punya solusi konkrit untuk kesejahteraan masyarakat!!!!


    Salam

    Fer_Mil

    Anak Serawai

  • Bambang Sumantri, S.Kep.,Ns says:
    20 November 2011 pukul 20.17

    Perluasan perkebunan sawit sama sekali tidak ada manfaatnya untuk jangka panjang. Dampak buruknya dapat merusak ekosistem selain itu juga yang paling menyedihkan anak cucu kita tidak punya tempat untuk bercocok tanam. Industri sawit hanya dapat dinikmati oleh pengusaha dan pejabat daerah yang tidak punya hati nurani. Lantas, apa keuntungan yang kita dapatkan? Paling-paling cuma akses jalan dan menjadi kuli di tanah air sendiri.

  • Anonim says:
    22 Maret 2013 pukul 09.47

    Kondisi riel keberadaan perusahaan sawit di Serawai kenyataannya hanya menguntungkan orang luar saja, ini bisa dilihat dari pekerja di level executiv staff dan staff semuanya orang luar, padahal bila dilihat dari rekam jejak pendidikannya tidak lebih baik/berkualitas dari SDM masyarakat setempat; orang muda serawai banyak lulusan dari universitas yang ternama (baik PTN ataupun PTS), tetapi tidak diberi kesempatan untuk diterima sebagai karyawan di level executiv staff dan staff, kecuali hanya cukup sebagai buruh dilapangan. Alasannya hanya kelasik tidak memenuhi kriteria (abal-abal), padahal orang Uud Danum sudah terbukti pernah jadi Bupati, Ketua DPRD, Camat, Dosen, Dokter dll. Dari hal ini sudah terlihat masyarakat serawai sengaja tidak dipandang dan dihargai. Sudahlah jangan dibodohi lagi masyarakat, capek kalian bersilat lidah...!!!!!

Posting Komentar