Senin, 14 November 2011

Noharang Benang Kisok, Adat Bepinang Suku Dayak Uud Danum

Sumber: Kalimantan-News.com
oleh Eka Ainurrohmah
Sintang - KOTA (Kalimantan-News) - Lain lubuk lain pula ikannya. Pribahasanya ini menggambarkan bahwa setiap kelompok masyarakat/suku mempunyai adat dan budaya yang berbeda. Baik adat penyambutan kelahiran, kematian maupun pernikahan termasuk pertunangan.
Lain lubuk lain pula ikannya. Pribahasanya ini menggambarkan bahwa setiap kelompok masyarakat/suku mempunyai adat dan budaya yang berbeda. Baik adat penyambutan kelahiran, kematian maupun pernikahan termasuk pertunangan.
Di kalangan masyarakat suku Dayak, khususnya sub suku Dayak Uud Danum adat meminang anak gadis atau bepinang dikenal dengan istilah Noharang Benang Kisok. Pada adat bepinang suku Dayak Uud Danum ini sejumlah barang dijadikan sebagai hantaran untuk mengikat. Sejumlah barang tersebut dijadikan pula sebagai bukti keseriusan pihak laki-laki untuk meminta/menunang anak gadis/perempuan. Barang-barang yang harus disiapkan dan dibawa untuk meminang seorang anak gadis Dayak berdarah Uud Danum antara lain berupa gong, kain, gelang emas, gelang nikel dan uang. Semua barang tersebut dimaknai sebagai wujud cinta seorang pria kepada gadis yang dipinangnya. Gong merupakan benda adat yang memang disyaratkan secara turun-temurun dalam adat Noharang Benang Kisok di kalangan suku Dayak Uud Danum yang saat ini masih banyak menatap di kecamatan Serawai dan Ambalau kabupaten Sintang.
Selain sejumlah barang yang telah ditentukan, ada ketentuan lain terkait barang hantaran yang akan diberikan orang tua calon mempelai pria kepada orang tua calon mempelai laki-laki. Seperti kain yang dijadikan sebagai salah satu barang hantaran, disyaratkan tidak boleh cacat atau sobek. Jika sobek atau cacat, maka kain itu akan dikembalikan. Tidak hanya dikembalikan, calon mempelai laki-laki juga akan dikenai adat atau sanski yang saat ini ditentukan dengan besaran 2 ulun. 2 ulun saat ini nilainya kurang lebih Rp 800 ribu. Dengan ketentuan 1 ulun disamakan dengan 100 gantang padi, yang harganya disesuaikan dengan harga terbaru di pasaran. Sanksi atau adat juga akan diberlakukan sama kepada calon mempelai perempuan bila membatalkan pertunangan.
Adat bepinang ala suku Dayak Uud Danum yang lazim dikenal dengan istilan Noharang Benang Kisok ini, kini sudah jarang dilakukan oleh masyarakatnya. Sebagian besar masyarakat Dayak Uud Danum lebih senang mengadopsi budaya luar. Seperti dengan ceremonial biasa dan diakhiri dengan bertukar cincin.
Seperti yang dikatakan oleh ketua adat Dayak Uud Danum Ambalau Antonius Rusli yang juga seorang guru. “Sebenarnya tidak terlalu ribet, tapi mungkin masyarakat lebih suka cara yang praktis,”katanya.
Akibat tak sering diterapkan dalam kehidupan, banyak orang-orang tua dari kalangan Dayak Uud Danum juga yang sudah tidak hapal lagi runtutan acaranya. Ini terbukti, pada acara pertunangan putri kedua mantan ketua DPRD Sintang A. Mikael Abeng yang juga ketua DAD sintang Viviana Silvia dengan Braiel A. Rondonuwu asal Manado Sulawesi Utara bulan lalu. Menurut Antonius Rusli, ketua DAD tersebut harus melakukan semacam seleksi pada sekitar 12 orang tua dari suku Dayak Uud Danum untuk mendapatkan runtutan ritual yang benar dan lengkap. 
Acara pinangan atau tunangan dilaksanakan di kediaman A.Mikael Abeng Jln.YC.Oevang Oeray. Meski tak terlalu meriah, namun acara tersebut berlangsung dengan khidmad. Karena benar-benar dijalankan sesuai dengan aturan adat ala Dayak Uud Danum.
Ketika rombongan calon mempelai laki-laki tiba dihalaman rumah calon mempelai perempuan, penyambutan pun dilaksanakan secara adat pula. Rombongan disambut tarian adat yang ditampilkan oleh sejumlah penari. Selanjutnya masih dengan suara tetabuhan, rombongan diantar sampai menuju pintu masuk rumah. Namun tidak langsung masuk, karena didepan pintu masuk telah dibuat atau dipasang semacam gapura dengan berbagai jenis bunga dan tanaman yang berkaitan dengan adat pula. Sebelum orang tua atau perwakilan dari calon mempelai orang tua pria membuka gapura yang dipasangi kain sebagai penutup menyilang, orang tua calon mempelai pria harus mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan. Penyampaian maksud dan tujuan ini disampaikan dalam bentuk kalimat yang dilakukan atau seperti dinyanyikan. Saat acara pertunangan ini, bahasa yang digunakan oleh perwakilan calon mempelai pria adalah bahasa Parung yang merupakan bagian dari bahasa suku Dayak Uud Danum. Selanjutnya perwakilan dari calon mempelai perempuan memberikan jawaban pula. Sebelum masuk ke dalam rumah, seorang tetua adat terlebih dahulu melakukan ritual Mopas dengan menggunakan seekor ayam. Seorang ayam jantan dikibaskan ke arah kiri dan kanan. Ritual ini dimaksudkan untuk menghilangkan atang dahiang/ bala yang tidak baik dengan tujuan agar semua keluarga selamat dan dilindungai Tuhan Yang Maha Kuasa. Setelah itu, calon mempelai pria diminta menginjak telur yang ditempatkan pada sebuah wadah khusus dan dicampur dengan beberapa bahan lain. Salah satu diantaranya daun cocor bebek.  Telur yang digunakan adalah telur ayam kampong. Hal ini dimaksudkan bahwa telur adalah bahan yang masih murni dan belum tercampur atau terpengaruh oleh apapun. Sementara daun cocor bebek diartikan sebagai kemampuan hidup dan beradatasi di berbagai tempat.
Setelah melalui ritual Mopas, rombongan calon mempelai laki-laki dipersilahkan masuk. Khusus untuk calon mempelai laki-laki disediakan tempat khusus dan harus menghadap matahari terbit yaitu kearah barat. Menghadap ke barat ini dimaksudkan bahwa calon mempelai telah dipersiapan untuk menatap masa depan atau kehidupan baru.
Acara dilanjutkan denngan Nyurung Benang Kisok atau memberikan barang hantaran. Sejumlah barang hantaran yang dimaksudkan sebagai pengikat calon mempelai perempuan diserahkan kepada orang tua calon mempelai perempuan. Dalam acara pertunangan ini, orang tua calon mempelai pria Braiel A. Rondonuwu datang langsung dari Manado. Braiel A. Rondonuwu yang saat ini menjabat sebagai Kapolsek Sepauk dengan pangkat Iptu ini merupakan anak pasangan Denny R Rondonuwu dengan Jean A Bolang. Sementara Viviana Silvia merupakan anak kedua pasangan A Mikael Abeng dengan Yustina. Sejumlah barang hantaran atau pengikat sebagaimana yang disebutkan diataspun diserahkan kepada orang tua calon mempelai perempuan. Selanjutnya orang tau calon mempelai perempuan bersama dengan seorang tetua adat memeriksa kelengkapan barang tersebut. setelah dirasa lengkap dan benar, maka orang tua calon mempelai perempuan menerima barang hantaran pengikat tersebut. Setelah penyerahan Benang Kisok, kembali dilaksanakan adat Mopas atau sengekelan yang dipimpin oleh tetua adat. Kali ini sekor ayam kembali dikibaskan kearah kanan dan kiri dengan tujuan yang sama yaitu mohon keselamatan dan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Acara Mopas atau Sengkelan setelah memeriksa Benang Kisok yang diserahkan oleh orang tua calon mempelai laki-laki ini menjadi tanda berakhirnya ritual acara pinangan atau Noharang Benang Kisok.(*)

0 komentar:

Posting Komentar